Indonesia, Brunei, dan Malaysia menyerukan gencatan senjata kemanusiaan secara cepat, tahan lama dan berkelanjutan yang bertujuan untuk menghentikan konflik di Jalur Gaza di tengah agresi militer Israel ke Palestina. Hal tersebut mereka serukan bersama ketika menghadiri pertemuan puncak dua hari forum APEC Economic Leaders’ Golden Gate Declaration di San Francisco pada Jumat (17/11) waktu setempat.
“Kami menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang segera, tahan lama, dan berkelanjutan yang mengarah pada penghentian permusuhan di Jalur Gaza,” bunyi pernyataan bersama tersebut. Ketiga negara itu mengatakan bahwa pernyataan ini dikeluarkan untuk memberikan refleksi yang lebih baik dan adil di tengah diskusi mengenai situasi Gaza dalam forum internasional tersebut.
“Kami menegaskan kembali pesan-pesan dari Resolusi Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Islam Arab tentang Agresi Israel terhadap Rakyat Palestina,” bunyi pernyataan tersebut lebih lanjut. “Kami mencatat dengan keprihatinan yang mendalam atas penderitaan manusia yang luar biasa dan dampak buruk dari perang dan konflik di seluruh dunia. Kami menggarisbawahi bahwa konflik dapat menimbulkan konsekuensi yang signifikan terhadap ekonomi global.”
Baca Juga : Rachel Zegler Sang Aktris Yang Mendapat Pujian Usai Membintangi Prekuel Hunger Games
Dalam acara 30th APEC Economic Leaders’ Meeting yang rampung pada Jumat (17/11) waktu setempat, para pemimpin APEC terpecah dalam menanggapi situasi di Ukraina dan Gaza. Dilaporkan AFP, ke-21 negara yang tergabung dalam forum APEC, termasuk Rusia, China, dan AS, tidak menyebutkan konflik apapun dalam diskusi mereka. Sedangkan, berdasarkan sebuah pernyataan dari ketua APEC menyebutkan bahwa APEC hanya bertukar pandangan mengenai krisis yang sedang berlangsung di Gaza.
Oleh sebab itu, melalui pernyataan tertulis bersama tersebut, Indonesia, Brunei dan Malaysia turut menyoroti pentingnya penyediaan bantuan untuk kebutuhan warga sipil di Gaza sesegera mungkin. “Kami juga menggarisbawahi perlunya penyediaan barang dan jasa penting bagi warga sipil di seluruh Jalur Gaza secara segera, berkelanjutan, memadai dan tanpa hambatan,” lanjut bunyi pernyataan itu.
“Kami menegaskan kembali bahwa solusi yang adil dan langgeng untuk konflik Israel-Palestina hanya dapat dicapai dengan cara-cara damai, berdasarkan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang relevan, termasuk Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa A/ES-10/L.25 dan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2712 dan sesuai dengan hukum internasional, berdasarkan solusi dua Negara, berdasarkan perbatasan sebelum tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.”
5 Negara Minta ICC Selidiki Kondisi di Palestina
Lima negara meminta Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) menyelidiki situasi di Palestina terkait peluang tindakan kejahatan kemanusiaan terjadi di tengah agresi Israel. Diberitakan CNN pada Jumat (17/11), Jaksa ICC Karim Khan mengatakan lima negara tersebut yakni Afrika Selatan, Bangladesh, Bolivia, Komoro dan Djibouti.
“Sesuai dengan Statuta Roma Pengadilan Kriminal Internasional, suatu Negara Pihak dapat merujuk kepada Jaksa suatu situasi yang mana satu atau dua kejahatan dalam yuridiksi Pengadilan ini tampaknya telah terjadi,” kata Khan. “Dan meminta Jaksa untuk menyelidiki apakah satu atau lebih orang tertentu harus didakwa atas kejahatan tersebut,” lanjutnya.
Khan menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan di Palestina mulai 3 Maret 2021 atas kemungkinan kejahatan yang mungkin telah dilakukan sejak Juni 2014 di Gaza dan Tepi Barat. “Ini sedang berlangsung dan meluas hingga meningkatnya permusuhan dan kekerasan sejak serangan yang terjadi pada 7 Oktober 2023,” kata Khan.
“Sesuai dengan Statuta Roma, kantor saya mempunyai yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan di wilayah suatu Negara Pihak dan terhadap warga negara dari Negara Pihak,” imbuhnya. Sebelumnya, tiga kelompok hak asasi manusia (HAM) di Palestina juga melaporkan Israel ke ICC atas agresinya di Jalur Gaza. Diberitakan Al Jazeera, tiga kelompok HAM yang terdiri dari Al-Haq, Al Mezan, dan Pusat Hak Asasi Manusia Palestina menggugat Israel atas apartheid dan genosida di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 10.500 orang hingga Rabu (8/11).
Mereka meminta ICC memperluas penyelidikan atas kejahatan perang yang sedang berlangsung di daerah tersebut dengan meninjau pengepungan di Gaza, pemindahan paksa penduduk Gaza, penggunaan gas beracun, dan penolakan atas kebutuhan dasar seperti makanan, air, bahan bakar, hingga listrik. Sejalan dengan gugatan itu, ketiga kelompok HAM Palestina ini juga mendesak ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.